SURAT
SAKTI ..... Ya, tanpa surat ini seolah-olah manusia hilang
digdaya. Bagaimana tidak........?
Dua, tiga, empat, lima, bahkan puluhan tahun
bergelut dengan buku-buku pelajaran sekolah, akan menjadi percuma tanpa
selembar surat yang konon lebih sakti dari surat wasiat ini. Ironis memang,
selembar kertas dijadikan bukti di mana seseorang pernah mengecap madu dan
empedu pendidikan. Tak sebanding bukan? Dengan segenap pengorbanan, tenaga,
pikiran, dan biaya. Sahabat, coba bayangkan berapa yang harus Ayah Ibu
keluarkan untuk membiayai pendidikan kita.....?
Alhamdulillah ‘alaa kulli haal, saya mencoba
postingkan mengenai ijazah versi saya sendiri tentunya, di laman sederhana saya
ini. Nah, berkaitan dengan ijazah alhamdulillah saya pernah mendapatkannya di
sekolah formal (ijazah sudah pernah saya dapatkan, yang belum dapet hanya ****sah, ^___^) ga ahsan, kalau dibahas di sini yak....? ‘afwan...
Khoirunnaas
anfa’uhum linnaas....... bismillah, dari raga yang tidak kekal
ini semoga membawa manfaat bagi hamba Allah yang lain. Allah karuniakan
kekurangan dan kelebihan pada masing-masing hambaNya. Tiada lain untuk
bersyukur kepadaNya, So...................
Hayya nasykur ilallaah...!!!
Teringat
salah satu sahabat di dunia Virtual, temen ngeblog yang sudah saya anggap Adik
sendiri meski belum pernah bertatap muka sama sekali. Arek Malang, yang juga Aktivis Dakwah Kampus FKM UNAIR Surabaya (Ukht. Khalifatun Nisa,
bismillah kita agendakan Silaturahim di Solo..... fil yaumul ‘Uthlah, nishfu Juli,
biidznillaah......) Dek Nisa sering share tentang
pernak-pernik perjuangan dakwahnya di kampus. Aku sematkan satu pesan di kuncup
hatinya, “Perjuangan akan terasa lebih manis ketika kita mampu membingkainya
dengan niat ikhlash Lillaahi Ta’aalaa....” Subhanallah,
indahnya ukhuwah kami.... Dek Nisa salah satu sahabat yang tiada bosan
menyemangati saya dalam perjalanan hidup yang teramat singkat ini (dan saya tak
tau sampai kapan berakhirnya). Memberikan semangat juang dalam “Ad-Da’wah
bil Qolaam” (maklumlah....... saya
bukan Aktivis Dakwah Kampus, sekolah, kampung, kota, desa, nasional, maupun aktivis
dakwah internasional ^__^ Dengan setetes tinta, semoga mampu menggerakkan
sejuta manusia untuk berpikir dan kemudian berbuat kebaikan. Meski hanya
sebatas tulisan, semoga bermanfaat, terlebih untuk sahabat semua, walhamdulillaah........)
Ya,
sudah tahun kedua aku menemani sahabat-sahabat belajar di sekolah ini. Kedua
kalinya pula aku diamanahi menuliskan “surat sakti” mereka. Bismillah, dengan lima bendel nilai,
yang terdiri dari Nilai Sekolah, Nilai Akhir, nilai Ujian Nasional, dan nilai
Muatan Lokal yang harus diisikan pada form ijazah, cukup menantang ketelitian
dan kejelian mata tentunya.
Kugoreskan
dengan pena mujahadah, satu persatu nilai yang mereka peroleh dengan mujahadah
pula, insyaallah.. Tiap goresan pena pun, kusematkan harapan pada mereka
nantinya. Mudahan Allah senantiasa meridloi tiap jengkal langkah mereka dalam mencari keberkahan ilmu. Amien..
Malam, ketika bergelut dengan
kesibukanku menulis surat sakti itu, tiba-tiba penaku terhenti, kedua tanganku
kaku, sama sekali tak bisa kugerakkan........ Sama sekali tak bisa
sahabat...... Mulutku terkatup rapat sekali..... Sekujur tubuhku kaku tak
berdaya. Kedua bola mata perlahan-lahan tertutup tanpa sekalipun kuminta. Dan
sebelum segalanya menjadi gelap berjelaga, dengan sisa tenaga yang kumiliki
kulihat surat-surat sakti itu berceceran di lantai, ya.................
BERSERAKAN..... tertiup angin........ dan lembab oleh lantai yang mengembun. Seketika
pula, surat-surat sakti itu kotor, basah... Yaa Rabb.............. tanganku
yang kaku tak kuasa menyelamatkan surat-surat itu.... Satu pun tak ada yang
dapat kuselamatkan............
Hawa dingin yang khas dan
temaramnya langit Tengaran semakin membiarkanku dalam kesendirian. Segalanya
menjadi gelap, Yaa Rabb...... bagaimana aku mempertanggungjawabkan semuanya
ini.............? Sedangkan badanku roboh dan tersungkur mati.......... Aku tak
bisa bangun lagi........
Malam itu, aku masih berada
dalam ruangan bekas kamar yang dipakai sahabat belajar selama kamar baru belum
selesai dibangun. Masih kuingat, tadi siang mereka sibuk mengemasi
barang-barang untuk pindah ke kamar yang baru. Tinggallah aku bersama sisa-sisa
buku yang berserakan di lantai, piring, gelas, baju tak terpakai, alat mandi,
dan almari yang pintunya menganga tanpa kunci pemiliknya. Aku memang lebih suka
menikmati malam-malamku dalam kesendirian, bersama satu dimensi yang tak
kubiarkan satu orang pun mengetahui.....
Semakin senyap
sahabat............ tengah malam aku tersungkur dalam kesendirian............ Lalu
angin berdesir menyayat keheningan............ Tiba-tiba badanku yang mati kaku
terangkat oleh sebuah pusaran angin, yang aku sendiri tak tahu dari mana
asalnya.....
Seperti terbang bersama kumpulan awan putih di
langit yang menggamit, pusaran angin membersamaiku, membangunkanku, dan
mengangkat tubuhku, mengajakku melihat kembali seisi ruangan yang kupakai untuk
menyelesaikan tugasku menulis surat-surat sakti itu.
Aku kembali bertenaga, perlahan-lahan
mataku terbuka, kedua tangan pun dapat kukepalkan kembali. Badanku pun terasa lebih
ringan, sepertimana awan yang menari-nari di antara bianglala dan pesonanya. Kudongakkan
wajahku dan kubiarkan mata terbelalak menyisir seisi ruangan, masih kudapati
surat-surat sakti itu berserakan di lantai....... kotor dan basah... Yaa Allah...... “Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan
semua ini, di hadapan anak-anak yang menanti surat sakti ini dengan penuh
pengharapan, bagaimana harus menjelaskan kepada puluhan orangtua mereka, yang
menanti surat sakti ini dengan penuh keharuan, bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan
semua ini dihadapMu Yaa Rabb.....? Sedangkan ini amanah .....?” Aku berteriak
dalam nada setengah putus asa..... Lalu
aku menangis sejadi-jadinya, meski mungkin serangga khas Tengaran menertawakanku
dari balik rimbun bambu yang dicumbu sang bayu........
Pyaaaaaaarrrrrrrrr........
suara nyaring itu berhasil buyarkan lamunanku, lalu segelas susu tumpah
mengenai kakiku. Ya, segelas susu kesukaanku yang sengaja kubuat untuk
menemaniku begadang malam ini tiba-tiba tumpah. Alhasil kakiku kepanasan. Nastaghfirullaah....... ternyata sedari
tadi aku disibukkan oleh kebiasaanku. Berkontemplasi dalam imajinasi. Ya, aku
menghayal tak karuan............ Satu
dimensi mengajakku menari-nari di antara keping semangat yang kian tersengat
penat.....
Selepas
itu, kulihat dengan saksama surat-surat sakti yang ternyata masih tertumpuk
rapi dan menanti diisi. Kulanjutkan kembali tugasku, ditemani hawa dingin dan
serangga khas Tengaran yang selalu setia tanpa kuminta. Sempat aku mencari-cari
pusaran angin yang membawaku terbang tadi, pun tak ada sama sekali...........
(ya jelas ga ada, lah itu Cuma imajinasi
saya.......... ^___^)
Second Line (semoga saya tak keliru
menyebutnya), pernah membersamai kalian dalam indahnya surga pendidikan adalah
satu dari sekian kebahagiaan yang pernah saya rasakan...